Mari kita simak fatwa-fatwa wahabi salafiy
* Ibnu Taimiyah
(661-728 H / 1263-1328 M. Ideolog Utama aliran Wahabi)
وَمِنْ
هَذَا الْبَابِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقَدْ رُوِىَ فِي
فَضْلِهَا مِنَ اْلأَحَادِيْثِ الْمَرْفُوْعَةِ وَاْلآثَارِ مَا يَقْتَضِي
أَنَّهَا لَيْلَةٌ مُفَضَّلَةٌ وَأَنَّ مِنَ السَّلَفِ مَنْ كَانَ
يَخُصُّهَا بِالصَّلاَةِ فِيْهَا وَصَوْمُ شَهْرِ شَعْبَانَ قَدْ جَاءَتْ
فِيْهِ أَحَادِيْثُ صَحِيْحَةٌ وَمِنَ الْعُلَمَاءِ مِنَ السَّلَفِ مِنْ
أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَغَيْرِهِمْ مِنَ الْخَلَفِ مَنْ أَنْكَرَ فَضْلَهَا
وَطَعَنَ فِي اْلأَحَادِيْثِ الْوَارِدَةِ فِيْهَا كَحَدِيْثِ إِنَّ اللهَ
يَغْفِرُ فِيْهَا ِلأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ بَنِي كَلْبٍ
وَقَالَ لاَ فَرْقَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ غَيْرِهَا لَكِنِ الَّذِي عَلَيْهِ
كَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَوْ أَكْثَرُهُمْ مِنْ أَصْحَابِنَا
وَغَيْرِهِمْ عَلَى تَفْضِيْلِهَا وَعَلَيْهِ يَدُلُّ نَصُّ أَحْمَدَ
لِتَعَدُّدِ اْلأَحَادِيْثِ الْوَارِدَةِ فِيْهَا وَمَا يُصَدِّقُ ذَلِكَ
مِنَ اْلآثَارِ السَّلَفِيَّةِ وَقَدْ رُوِِىَ بَعْضُ فَضَائِلِهَا فِي
الْمَسَانِيْدِ وَالسُّنَنِ وَإِنْ كَانَ قَدْ وُضِعَ فِيْهَا أَشْيَاءٌ
أُخَرُ (اقتضاء الصراط302 )
“Keutamaan malam Nishfu Sya’ban
diriwayatkan dari hadis-hadis marfu’ dan atsar (amaliyah sahabat dan
tabi’in), yang menunjukkan bahwa malam tersebut memang utama. Dan
sebagian ulama Salaf ada yang secara khusus melakukan salat sunah
(mutlak) di malam tersebut … Kebanyakan ulama atau kebanyakan ulama dari
kalangan kami mengatakan keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Ini sesuai dengan penjelasan Imam Ahmad karena banyaknya hadis yang menjelaskan tentang malam Nishfu Sya’ban dan yang mendukungnya dari riwayat ulama Salaf. Sebab riwayat Malam Nishfu Sya’ban terdapat dalam kitab-kitab Musnad dan Sunan, meskipun di dalamnya juga ada sebagian hadis-hadis palsu”
وَسُئِلَ
عَنْ صَلاَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ ؟ (الْجَوَابُ) فَأَجَابَ: إذَا صَلَّى
اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ
كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَنُ. وَأَمَّا
اْلاِجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى صَلاَةٍ مُقَدَّرَةٍ
كَاْلاِجْتِمَاعِ عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ أَلْفٍ: {قُلْ هُوَ
اللهُ أَحَدٌ} دَائِمًا. فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا أَحَدٌ مِنَ
اْلأَئِمَّةِ. وَاللهُ أَعْلَمُ (مجموع فتاوى ابن تيمية ج 2 ص469)
“Ibnu Taimiyah ditanya soal shalat pada malam nishfu Sya’ban. Ia menjawab: Apabila seseorang shalat sunah muthlak pada malam nishfu Sya’ban
sendirian atau berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh segolongan ulama
salaf, maka hukumnya adalah baik. Adapun kumpul-kumpul di masjid dengan
shalat yang ditentukan, seperti salat seratus raka’at dengan membaca
surat al Ikhlash sebanyak seribu kali, maka ini adalah perbuata bid’ah
yang sama sekali tidak dianjurkan oleh para ulama”. (Majmú’ Fatáwá Ibnu
Taymiyyah, II/469)
_______________________________________
* Nashiruddin al-Albani
عَنْ
مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ قَالَ يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ
خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
(رواه
الطبراني في الكبير والأوسط قال الهيثمى ورجالهما ثقات. ورواه الدارقطنى
وابنا ماجه وحبان فى صحيحه عن ابى موسى وابن ابى شيبة وعبد الرزاق عن كثير
بن مرة والبزار(
“Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah memperhatikan hambanya (dengan penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban,
kemudian Ia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan
musyahin (orang munafik yang menebar kebencian antar sesama umat
Islam)”. (HR Thabrani fi Al Kabir no 16639, Daruquthni fi Al Nuzul 68,
Ibnu Majah no 1380, Ibnu Hibban no 5757, Ibnu Abi Syaibah no 150, Al
Baihaqi fi Syu’ab al Iman no 6352, dan Al Bazzar fi Al Musnad 2389.
Peneliti hadis Al Haitsami menilai para perawi hadis ini sebagai
orang-orang yang terpercaya. Majma’ Al Zawaid 3/395)
Ulama
Wahabi, Nashiruddin al-Albani yang biasanya menilai lemah (dlaif) atau
palsu (maudlu’) terhadap amaliyah yang tak sesuai dengan ajaran mereka,
kali ini ia tak mampu menilai dlaif hadis tentang Nishfu Sya’ban, bahkan ia berkata tentang riwayat diatas: “Hadis ini sahih” (Baca as-Silsilat ash-Shahihah 4/86)
1563 – إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن (صحيح) اهـ السلسلة الصحيحة للالباني (4/ 86)
_____________________________________
* Muhammad bin Shaalih Al-’Utsaimin
في
فضل ليلة النصف منه، وقد وردت فيه أخبار قال عنها ابن رجب في اللطائف بعد
ذكر حديث علي السابق: إنه قد اختلف فيها، فضعفها الأكثرون، وصحح ابن حبان
بعضها وخرجها في صحيحه
.
“Berkaitan
dengan keutamaan malam pertengahan bulan Sya’ban, maka telah
diriwayatkan padanya khabar-khabar yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam
kitab beliau “Al-Lathaa’if” setelah menyebutkan hadits ‘Ali yang telah
lewat.
Bahwa
sesungguhnya para Ulama telah berselisih pendapat dalam menghukumi
riwayat-riwayat tersebut. Mayoritas Ulama mendha’ifkannya
(melemahkannya), sementara Ibnu Hibbaan menshahihkan sebagian riwayatnya
dan mengeluarkannya dalam kitab Shahih beliau.
ومن
أمثلتها حديث عائشة رضي الله عنها وفيه: أن الله تعالى ينزل ليلة النصف من
شعبان إلى سماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب، خرجه الإمام أحمد
والترمذي وابن ماجه، وذكر الترمذي أن البخاري ضعفه، ثم ذكر ابن رجب أحاديث
بهذا المعنى وقال: وفي الباب أحاديث أخر فيها ضعف. اهـ وذكر الشوكاني أن
في حديث عائشة المذكور ضعفاً وانقطاعاً.
Di
antara riwayat-riwayat tersebut ialah hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, “Bahwa Allah ta’aala turun ke langit dunia pada malam pertengahan
di bulan Sya’ban. Maka Allah mengampuni dosa-dosa hamba-Nya yang
jumlahnya lebih banyak dari bulu kambing bani Kalb.” Hadits ini
diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Maajah. Namun
At-Tirmidzi menegaskan bahwa Al-Imam Al-Bukhari mendha’ifkan riwayat
ini.
Kemudian
Ibnu Rajab menyebutkan hadits-hadits lain yang semakna dengannya, dan
beliau berkata, “Dalam bab ini terdapat hadits-hadits lain yang padanya
ada kelemahan.” Demikian pula Al-Imam As-Syaukaani menegaskan, “Bahwa
dalam hadits ‘Aisyah ini terdapat kelemahan dan keterputusan sanad.”
وذكر
الشيخ عبد العزيز بن باز حفظه الله تعالى أنه ورد في فضلها أحاديث ضعيفة
لا يجوز الاعتماد عليها، وقد حاول بعض المتأخرين أن يصححها لكثرة طرقها ولم
يحصل على طائل، فإن الأحاديث الضعيفة إذا قدر أن ينجبر بعضها ببعض فإن
أعلى مراتبها أن تصل إلى درجة الحسن لغيره، ولا يمكن أن تصل إلى درجة
الصحيح كما هو معلوم من قواعد مصطلح الحديث
.
Syaikh
‘Abdul ‘Aziiz bin Baaz rahimahullah menerangkan, “Adapun keutamaan
malam pertengahan bulan Sya’ban telah diriwayatkan padanya hadits-hadits
yang dha’if (lemah), dan tidak boleh berpegang dengannya. Namun ada
sebagian Ulama dari kalangan muta’akkhirin menshahihkan riwayat-riwayat
tersebut dengan alasan banyaknya sanad atau jalur periwayatannya.
Kendati demikian alasan tersebut tidak memberikan faidah, karena
sesungguhnya hadits-hadits yang berkualitas dha’if jika saling
menguatkan antara satu dengan yang lainnya maka paling banter derajatnya
adalah “Hasan Lighairih”, dan tidak mungkin sampai kepada derajat
“Shahih”, sebagaimana hal ini telah kita ketahui dalam qa’idah-qa’idah
ilmu musthalah hadits.”
(kitab Majmuu’ Fataawa wa Rasaa’il ‘Utsaimin 20/25-33)
_____________________________________
* Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Bazz
أن
الاحتفال بليلة النصف من شعبان بالصلاة أو غيرها وتخصيص يومها بالصيام
بدعة منكرة عند أكثر أهل العلم ، وليس له أصل في الشرع المطهر ، بل هو مما
حدث في الإسلام بعد عصر الصحابة رضي الله عنهم
peringatan
malam nisfu sya’ ban dengan pengkhususan sholat atau lainnya, dan
pengkhususan siang harinya degan puasa itu semua adalah bid’ah dan
mungkar tidak ada dasar sandarannya didalam syari’at Islam ini, bahkan
hanya merupakan perkara yang diada-adakan dalam Islam setelah masa
hidupnya para shahabat.
(Tahdzir minul bida’ karya Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Bazz)
____________________________________________________
* Shalih al-Fawzan
Dalam
bukunya Al-Bid’ah: Ta’rifuha, Anwa’uha, Ahkamuha (Riyadh: Dar
al-‘Ashimah, 1412), menulis, “Termasuk bid’ah (yang sesat) ialah menentukan malam Nishfu Sya’ban untuk salat malam, dan hari Nishfu Sya’ban untuk berpuasa,
karena tidak ada keterangan dari Nabi saw yang menetapkan ibadah khusus
untuk itu” (hal. 32). Jadi dalam kitab tentang Bid’ah, ia menegaskan
bahwa ibadat Nishfu Sya’ban itu bid’ah. Dalam kitabnya
yang lain, Al-Tawhid, ia mengulangi lagi pernyataannya dengan kalimat
lain, “(Termasuk macam-macam bid’ah) ialah menentukan waktu yang khusus
untuk ibadat yang disyariatkan padahal pengkhususan itu tidak ditetapkan
syari’at, seperti mengkhususkan hari Nishfu Sya’ban
untuk berpuasa dan malamnya untuk salat malam. Puasa dan salat malamnya
disyariatkan, tetapi menentukan waktunya memerlukan dalil.”
____________________________________________-
Lihat bagaimana Ibnu Taimiyah panutan/rujukan wahabi memuji siapa yang menghidupkan amalan khusus pada malam Nishfu Sya’ban
yaitu dengan menunaikan sholat sunnah pada waktu itu baik secara
perseorangan mau pun secara ber- jama’ah, Ibnu Taimiyah menyifatkan
amalan khusus itu sebagai Hasan/ Baik
Sedangkan
golongan pengaku Penegak sunnah yang (Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Bazz
,Muhammad bin Shaalih Al-’Utsaimin , Nashiruddin al-Albani ,Shalih
al-Fawzan dll ) yg mengaku sebagai penerus akidah Ibnu Taimiyyah ini
telah meng haramkan dan membid’ahkan mungkar amalan dalam bulan dan nishfu Sya’ban
ini? Mereka hanya menyebutkan kata-kata Ibnu Taimiyyah yang sepaham
dengan mereka tetapi kata-kata Ibnu Taimiyyah yang tidak sepaham, mereka
kesampingkan! Apakah mereka ini juga berani membid’ahkan mungkar Ibnu
Taimiyyah? Apakah mereka ini akan merubah atau mengarti kan kata-kata
Ibnu Taimiyah yang sudah jelas tersebut –sebagaimana kebiasaan mereka–
sampai sesuai dengan paham mereka?
Lihatlah
juga kerancaun fatwa-fatwa wahabi salafiy antara sesame wahabi saling
semprot bahkan sampek tahap penyesatan / pentakfiran.
seperti itukah golongan yang mengaku n punya slogan ‘kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah ‘
Tidak ada komentar:
Posting Komentar