Rabu, 26 Desember 2012

Menyikapi Perayaan Tahun Baru



Gemerlap lampu dan hiasan menghiasi perumahan, pusat perbelanjaan dan seluruh media-media massa.  Ribuan terompet dan petasan disiapkan, hiburan-hiburan disajikan, ribuan manusia berkumpul menunggu detik-detik akhir tahun 2012. Itulah suasana yang kita jumpai pada event tahunan malam pergantian tahun.
Sebagai seorang muslim, bagaimanakah kita menyikapi fenomena ini?
Bolehkah kita berbaur dan ikut merayakan ceremony semacam ini?
Agar bias memahami serta meyikapinya dengan bijak, obyektif dan sesuai syariah islam, mari kita tela’ah masalah ini secara tuntas. Sekilas tentang tahun masehi. Penetapan awal tahun masehi merujuk pada tahun yang dianggap sebagai tahun kelahiran Nabi Isa As (walaupun hal ini sama sekali tidak pernah terbukti). Selain masehi, istilah lain untuk kalender ini adalah Christ (Inggris: Kristus), Common Era (CE) dan Anno Domini (Latin: Tahun Tuhan Kita). Dan untuk menyebut tahun sebelum mashi biasanya digunakan istilah Before Christ (BC), Before Common Era (BCE), atau Sebelum Masehi (SM).
Asal usul kalender masehi diambil dari kalender kuno bangsa Romawi, awalnya orang Romawi Cuma punya sepuluh bulan yaitu: 1. Martius (Maret), 2. Aprilis (April), 3. Maius (Mei), 4. Junius (Juni), 5. Quintilis (Juli), 6. Sextilis (Agustus), 7. September (September), 8. October (Oktober), 9. November (Nopember), 10. December (Desember). Martius  artinya Dewa Mars, Maius artinya Dewa Maya, Junius artinya Dewa Juno. Kemudian Aprilis diambil dari kata Apreriri (cuaca yang nyaman dimusim semi), sedangkan nama-nama Quintrilis, Sextrilis, September, October, November, dan December adalah nama yang diberikan berdasarkan angka urutan susunan bulan. Quintrilis berarti bulan kelima, Sextilis bulan keenam, September bulan ketujuh, October bulan kedelapan dan December bulan kesepuluh.
Kalender yang terdiri dari sepuluh bulan ini akhirnya berkembang menjadi 12 bulan, dengan penambahan bulan Januari us yang diambil dari nama dewa Janus yang memiliki dua muka, kedepan dan kebelakang, jadi mampu melihat masa lampau dan masa depan, oleh karena itu dijadikanlah Januari sebagai awal tahun. Ditambahkan juga Februari yang diambil dari upacara Februa, semacam upacara bersih-bersih desa untuk menyambut musim semi. Banyak kekacauan yang terjadi gara-gara penambahan ini. Bisa kita buktikan, bulan Quintrilis yang artinya bulan kelima gara-gara penambahan ini menjadi bulan ketujuh, Sextilis bulan keenam jadi kedelapan, September bulan ketujuh menjadi kesembilan dt. Bukan hanya itu, gara-gara tidak ada aturan yang jelas, seperti aturan kabisat dll, kalender ini banyak meleset. Sampai akhirnya di tahun 47 sm, kemlesetannya itu mencapai tiga bulan.
Dalam kunjungannya ke Mesir pada tahun 47 SM, Julius Caesar sempat menerima anjuran dari Sosigenes ahli perbintangan Mesir untuk memajangkan tahun 46 SM menjadi 445 hari dengan menambah 23 hari pada bulan Februari dan menambah 67 hari antara bulan November dan Desember. Bukan hanya itu, Julius Caesar juga membuat aturan baru mengenai kalender Romawi, yaitu bahwa satu tahun ada 365 hari dan setiap empat tahun sekali umur tahun bukan 365 akan tetapi 366 hari dan disebut tahun Kabisat. Setelah tahun itu perjalanan tahun kembali cocok dengan musim, untuk menghargai jasanya maka bulan ketujuh, Quintrilis diganti menjadi bulan Julio atau sering kita sebut dengan nama Juli. Kemudian untuk mengenang Kaisar Agustus bulan kedelapan Sextilis diubah menjadi Agustus. Perubahan itu diikuti dengan menambah umur bulan Agustus menjadi 31 hari, karena sebelumnya bulan Sextilis umurnya 30 hari saja, penambahan satu hari itu diambilkan dari bulan Februari, karena itulah bulan Februari umurnya hanya 28 hari atau 29 hari pada tahun kabisat. Kalender Julian yang sudah kelihatan apik ini lama kelamaan kelihatan meleset juga, kalau dulu musim semi mindur sampai 3 bulan sekaran mengalami percepatan beberapa hari. Kemelesetan itu terjadi sebab revolusi bumi yang dikira 365.25 hari, ternyata sebenarnya 365 hari 5 jam 56 detik kurang beberapa detik, meski berbeda hanya beberapa menit setahun akan tapi jika berjalan ratusan tahun akhirnya menjadi Nampak jelas perbedaannya. Untuk mengatasinya, Paus Gregious XIII pimpinan Gereja Katholik di Roma pada tahun 1582 melakukan koreksi dan membuat beberapa keputusan. Pertama: angka tahun yang diakhiri dua nol jika tidak bias dibagi 400 maka bukan lagi tahun kabisat. Kedu:  karena darurat tahun 1582 ada pengurangan 10 hari, pada Oktober 1582, setelah tanggal 4 Oktober langsung ke tanggal 14 Oktober. Oleh karena itu kita tidak akan pernah menjumpai tanggal 5 – 13 Oktober 1582 dalam kalender Masehi. Ketiga: 1 Januari kembali ditetapkan sebagai tahun baru, setelah sebelumnya rahib Katholik, Dionisius Exoguus di tahun 527 M menetapkan 25 Maret sebagai tahun baru karena dia meyakini bahwa Nabi Isa AS (Yesus) lahir pada tanggal 25 Maret dipermulaan musim semi. Begitulah kalender ini berjalan hingga kini.
Hukum merayakannya?
Sudah Nampak jelas, bahwa ternya 1 Januari itu merupakan salah satu rangkaian hari raya kaum Kristiani yang ditetapkan oleh Paus Gregious XIII di tahun 1582, nama tahunnya saja Anno Domini (Latin: Tahun Tuhan Kita). Jika seperti itu pantaskah sebagai Muslim kita ikut merayakannya?
Orang Romawi kuno saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, Dewa Pintu dan semua permulaan. Dengan demikian umat Islam yang merayakan tahun baru sama saja dengan ikut merayakan salah satu hari raya kaum Kristiani. Padahal Rasullah bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka orang tersebut akan digolongkan bersama yang diserupai”.
Kesimpulannya, sebagai seorang Muslim kita mempunyai tugas untuk mengangkat tinggi Syi’ar Islam, dengan mengamalkan Syari’at Islam, menghidupkan sunnah-sunnah Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari dan kita biasakan menyebut nama bulan dengan bulan-bulan Islam.
Semoga Allah SWT selalu membimbing kita semua. Amin

Sumber : Lembaga Pendidikan dan Pengkajian Islam Ma’had Ahbaabul Mushthofa Lil Khairaat Sulawesi Utaraoleh Ust Yasir Bachmid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar